1. HUBUNGAN ILMU FISIKA DENGAN
ILMU-ILMU YANG LAIN
Telah kita ketahui bahwa tujuan fisika adalah untuk
memungkinkan kita memahami komponen-komponen dasar materi dan antaraksi di
antaranya, dan karenanya mampu menerangkan gejala alam, termasuk sifat-sifat
materi dalam kelompok. Dari pernyataan ini dapat kita lihat bahwa fisika
merupakan ilmu yang paling fundamental diantara semua ilmu pengetahuan alam.
Kimia membahas satu aspek khusus dari program yang sangat besar ini: penerapan
hukum-hukum fisika pada susunan molekul dan pada cara-cara praktis yang
beraneka ragam dalam mengubah molekul tertentu menjadi yang lain. Biologi harus
bersandar ketat pada fisika dan kimia untuk menerangkan proses-proses yang
berlangsung dalam makhluk hidup. Penerapan prinsip fisika dan kimia pada
problema-problema praktis, dalam penelitian dan pengembangan dan juga dalam
praktek profesional, telah memberikan dorongan bagi berkembangnya berbagai
cabang rekayasa. Praktek dan riset rekayasa modern tak akan mungkin tanpa
pemahaman yang kokoh tentang ide-ide dasar ilmu pengetahuan alam.
Pentingnya
fisika bukan hanya terletak pada kenyataan bahwa ia memberikan kerangka
konseptual dasar dan teoritis di atas mana semua ilmu pengetahuan alam
berpijak. Dari segi praktis, fisika penting karena ia menyiapkan teknik-teknik
yang dapat digunakan pada hampir setiap bidang riset murni atau terapan.
Astronom membutuhkan teknik-teknik optika, opektroskopi, dan radio. Ahli
geologi menggunakan metode gravimetri, akustik, inti dan mekanika dalam
penelitiannya. Penggunaan serupa juga dilakukan oleh ahli kelautan,
meteorologi, dan seismologi. Sebuah rumah sakit modern dilengkapi dengan ahli
laboratorium dimana teknik fisika canggih diterapkan. Sebagai kesimpulan, hampir
tak ada suatu kegiatan riset termasuk arkeologi, paleontologi, sejarah dan
kesenian yang dapat berlangsung tanpa menggunakan tekni-teknik fisika modern.
Fisikawan mempunyai kepuasan bahwa ia tidak hanya memajukan pengetahuan kita
tentang alam semesta tapi juga ikut menyumbang bagi kemajuan sosial umat
manusia.
A.Hubungan ilmu fisika
dengan ilmu kimia
Antara ilmu fisika dan ilmu kimia satu sama lain saling menguatkan. ada
fenomena fisika tertentu yang lebih mudah dijelaskan dengan ilmu kimia dan juga
sebaliknya. Dalam bidang keilmuan, juga dikenal yang namanya Kimia Fisik. Kimia
Fisik adalah ilmu yang mempelajari fenomena makroskopik, mikroskopik, atom,
subatom dan partikel dalam sistem dan proses kimia berdasarkan prinsip-prinsip
dan konsep-konsep fisika, dengan bidang khusus, termodinamika kimia, kimia
kuantum, dan kinetika.
Kimia Fisik banyak menggunakan konsep-konsep dan prinsip Fisika Klasik
(seperti energi, entropi, suhu, tekanan, tegangan permukaan, viskositas, hukum
Coulomb, interaksi dipol), Fisika Kuantum (seperti foton, bilangan kuantum,
spin, kebolehjadian, prinsip ketakpastian), maupun Mekanika Statistik (seperti
fungsi partisi, distribusi Boltzmann). Bagian penting dari ilmu ini termasuk
termodinamika kimia, kinetika kimia, kimia kuantum, elektrokimia, kimia
permukaan dan kimia padatan, dan spektroskopi. Kimia fisik juga penting bagi
ilmu material modern.
Pada satu sisi ilmu fisika dan kimia sangat bersinggungan yaitu pada
bidang konfigurasi elektron dalam atom. Ilmu fisika lebih mendalami mengapa
elektron membentuk konfigurasi tersebut sedangkan ilmu kimia mempelajari dampak
dari konfigurasi elektron pada reaksi kimia. Kalau membahas kimia maka akan
terbatas pada reaksi senyawa dan unsur dimana atom-atom akan saling bertukar
tempat dan menyusun senyawa baru dengan melepas atau menyerap energi. Sedangkan
untuk reaksi nuklir dimana yang terjadi adalah pertukaran sub atomik seperti
proton dan neutron maka bidang ini tidak masuk kimia lagi tetapi sudah masuk
bidang fisika nuklir.
Jadi
hubungannya sebenarnya kimia memperdalam salah satu bagian fisika yaitu yang
berkaitan dengan rekasi kimia dan dampaknya dalam kehidupan sehari-hari. Karena
bagian ini sangat luas bahkan untuk rantai karbon akan dibahas sendiri dalam
ilmu biologi yaitu biokimia.
B. Hubungan ilmu fisika dengan ilmu filsafat
Filsafat adalah
pengetahuan metodis, sistematis dan koheren tentang seluruh kenyataan
(realitas). Filsafat merupakan refleksi rasional (fikir) atas keseluruhan
realitas untuk mencapai hakikat(=kebenaran)dan memperoleh hikmat (=
kebijaksanaan).
Al-Kindi (801 - 873 M)
: "Kegiatan manusia yang bertingkat tertinggi adalah filsafat yang
merupakan pengetahuan benar mengenai hakikat segala yang ada sejauh mungkin
bagi manusia ... Bagian filsafat yang paling mulia adalah filsafat pertama,
yaitu pengetahuan kebenaran pertama yang merupakan sebab dari segala
kebenaran".
Unsur
"rasional" (penggunaan akal budi) dalam kegiatan ini merupakan syarat
mutlak, dalam upaya untuk mempelajari dan mengungkapkan "secara
mendasar" pengembaraan manusia di dunianya menuju akhirat. Disebut
"secara mendasar" karena upaya itu dimaksudkan menuju kepada rumusan
dari sebab-musabab pertama, atau sebab-musabab terakhir, atau bahkan
sebab-musabab terdalam dari obyek yang dipelajari ("obyek material"),
yaitu "manusia di dunia dalam mengembara menuju akhirat". Itulah
scientia rerum per causas ultimas:
pengetahuan mengenai hal ikhwal berdasarkan sebab-musabab yang paling
dalam.
Karl Popper (1902-?)
menulis "semua orang adalah filsuf, karena semua mempunyai salah satu
sikap terhadap hidup dan kematian. Ada yang berpendapat bahwa hidup itu tanpa
harga, karena hidup itu akan berakhir. Mereka tidak menyadari bahwa argumen
yang terbalik juga dapat dikemukakan, yaitu bahwa kalau hidup tidak akan
berakhir, maka hidup adalah tanpa harga; bahwa bahaya yang selalu hadir yang
membuat kita dapat kehilangan hidup sekurang-kuran gnya ikut menolong kita
untuk menyadari nilai dari hidup".
Mengingat berfilsafat
adalah berfikir tentang hidup, dan "berfikir" = "to think"
(Inggeris) = "denken" (Jerman), maka - menurut Heidegger (1889-1976
), dalam "berfikir" sebenarnya kita "berterimakasih" =
"to thank" (Inggeris) = "danken" (Jerman) kepada Sang
Pemberi hidup atas segala anugerah kehidupan yang diberikan kepada kita.
Menarik juga untuk
dicatat bahwa kata "hikmat" bahasa Inggerisnya adalah
"wisdom", dengan akar kata "wise" atau "wissen"
(bahasa Jerman) yang artinya mengetahui. Dalam bahasa Norwegia itulah
"viten", yang memiliki akar sama dengan kata bahasa Sansekerta
"vidya" yang diindonesiakan menjadi "widya". Kata itu dekat
dengan kata "widi" dalam "Hyang Widi" = Tuhan. Kata
"vidya" pun dekat dengan kata Yunani "idea", yang
dilontarkan pertama kali oleh Socrates/Plato dan digali terus-menerus oleh para
filsuf sepanjang segala abad. Menurut Aristoteles (384-322 sM),
pemikiran kita melewati 3 jenis abstraksi (abstrahere = menjauhkan diri dari,
mengambil dari). Tiap jenis abstraksi melahirkan satu jenis ilmu pengetahuan
dalam bangunan pengetahuan yang pada waktu itu disebut filsafat:
Aras abstraksi pertama
- fisika. Kita mulai berfikir kalau kita mengamati. Dalam berfikir, akal dan
budi kita “melepaskan diri” dari pengamatan inderawi segi-segi tertentu, yaitu
“materi yang dapat dirasakan” (“hyle aistete”). Dari hal-hal yang partikular dan
nyata, ditarik daripadanya hal-hal yang bersifat umum: itulah proses abstraksi
dari ciri-ciri individual. Akal budi manusia, bersama materi yang “abstrak”
itu, menghasilan ilmu pengetahuan yang disebut “fisika” (“physos”=alam).
Aras abstraksi kedua -
matesis. Dalam proses abstraksi selanjutnya, kita dapat melepaskan diri dari
materi yang kelihatan. Itu terjadi kalau akal budi melepaskan dari materi hanya
segi yang dapat dimengerti (“hyle noete”). Ilmu pengetahuan yang dihasilkan
oleh jenis abstraksi dari semua ciri material ini disebut “matesis”
(“matematika” – mathesis = pengetahuan,ilmu).
Aras abstraksi ketiga -
teologi atau “filsafat pertama”. Kita dapat meng-"abstrahere" dari
semua materi dan berfikir tentang seluruh kenyataan, tentang asal dan tujuannya,
tentang asas pembentukannya, dsb. Aras fisika dan aras matematika jelas telah
kita tinggalkan. Pemikiran pada aras ini menghasilkan ilmu pengetahuan yang
oleh Aristoteles disebut teologi atau “filsafat pertama”. Akan tetapi karena
ilmu pengetahuan ini “datang sesudah” fisika, maka dalam tradisi selanjutnya
disebut metafisika.
Secara singkat,
filsafat mencakup “segalanya”. Filsafat datang sebelum dan sesudah ilmu
pengetahuan; disebut “sebelum” karena semua ilmu pengetahuan khusus mulai
sebagai bagian dari filsafat dan disebut “sesudah” karena ilmu pengetahuan
khusus pasti menghadapi pertanyaan tentang batas-batas dari kekhususannya.
thanks bro, coba dilengkapi lagi ya..
BalasHapusOk👍
BalasHapusSngat brmnfaat...thanks
BalasHapusSngat brmnfaat...thanks
BalasHapus